Jumat, 10 Juni 2011

Standarisasi UN Harus Dibenahi

Setiap pendidikan yang ada di wilayah pasti berbeda kualitas, mutu, manajemen dan kualitas gurunya. Pendidikan yang ada di kota pasti lebih baik dibandingkan dengan yang ada di daerah pedesaan atau jauh dari kota. Apalagi antara sekolah yang berlabel negri dengan sekolah yang hanya berlabel swasta, pastilah sangat mencolok perbedaan tersebut. kedua-duanya bisa memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga jika standarisasi UN dijadikan sebagi nilai kelulusan bagi sekolah, ini sangat tidak sesuai dan terkesan memaksakan. Perbedaan yang sifatnya tidak bisa disamakan maka tidak bisa begitu saja memutuskan standrisasi pendidikan.

Sekloah yang bagus kualitas gurunya tentu akan menghasilkan murid-murid yang bagus pula, akan tetapi jika sekolah yang hanya memiliki kualitas gurunya standar tentulah menghasilkan murid yang standar pula. Hal ini bisa dibuktikan dengan bagaimana mereka mengerjakan soal UN yang dibuat oleh diknas. Guru yang ada di desa dengan yang ada di kota sangat jauh perbedaanya, guru yang di kota mereka bisa mengakses soal-soal yang terbaru dan dipredikisi akan keluar di ujian Nasional. Tetapi jika guru yang ada di desa mereka hanya mengandalkan buku-buku ujian nasional yang belum tentu ada di soal ujian  Nasional, masalah mereka hanya satu yaitu tidak cukup biaya untuk memiliki soal-soal yang terbaru.

Masalah yang demikan harus menjadi acuan dan menjadi evaluasi terhadap standarisasi un sebagai nilai kelulusan sekolah. Saya lebih sepakat jika ujian nasional hanya sebagai standarisasi antar sekolah yang ada di Indonesia. Standarisasi sekolah ini hanya merupakan evaluasi sekolah-sekolah yang ada di seluruh Indonesia saja, jika hasil un mereka jeblog atau tidak memuaskan maka yang harus dicari adalah ada maslah apa dengan sekolah tersebut. Jika kekurangan guru yang berkualitas, maka pemerinah mengirimkan guru yang berkualitas tersebut kesekolah yang membutuhkannya, jika kurang manajemennya kurang maka pemerinah memberikan pelatihan kepada sekolah tersebut untuk bisa bagaimana menerapkan manajemen yang baik.

Pendidikan bukan sesuatu hal yang bisa begitu saja terlihat hasilnya, melainkan butuh waktu yang lama untuk melihat hasil tesebut, oleh karena itu maka pendidikan harus dievaluasi dan dirancang sedemikan rupa untuk mampu menghasilkan pendidikan yang mampu bersaing dengan dunia luar dan dunia kerja. Tujuan dari standarisasi ini memang baik tetapi butuh proses yang lama dan harus mengalami perubahan dan agar lebih efisien dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat luas.

Inti dari pendidikan adalah bagaimana menciptakan manusia yang mampu bersaing dengan negara lain dan tidak ketinggalan. Harapan iani bisa terwujud bilamana semua konsep pendidkan dijalankan dengan benar dan di terima oleh semua masyarakat dengan nilai kejujuran dan nilai kewajiaban yang melekat dalam hati mereka. Sehingga memahami betul makana dari standari tersebut seperti apa dan arahnya kemana.

Kultur Budaya
Budaya mencontek dan plagiat memang sudah bukan rahasia lagi, tapi sudah menjadi hal yang biasa. Ujian nasinal menjdai ternoda dengan  maraknya pemberi kunci jawaban yang tersebar luas dan tidak tahu keabsahannya dan ini menjadikan siswa enggan belajar dan mengandalkan bantuan kunci jawaban tersebut. kunci jawaban yang siswa dapatkan entah dari mana datangnya yang jelas mereka ada yang sampai mengumpulkan uang untuk membeli kunci jawaban.  Satu mata pelajaran berfariasi harganaya dan biasanya kata mereka ada yang sampai jutaan. Terpaksa mereka iuran satu kelas untuk dapat kunci jawaban tersebut.
 
Saat ini ditambah lagi dengan pihak sekolah yang menjadi penolong, pasalanya kepala sekolah tidak mau nama baiak sekoloahnya tercoreng gara-gara tidak ada yang lulus salah satu muridnya. Sehingga sekolah tersebut berusaha meluluskan siswa-siswanya dengan jalan apapaun.

Miskin Keteladanan
Bangsa yang besar adalah yang menghargai para pahlawannya. Saat ini jangankan menghargai para pahlawan bangsa, mengenal namanya saja tidak. Jika ingin bukti bisa ditanyakan langsung kepada siswa terkait masalah ini. Ditambah lagi dengan teladan pemimpin negri ini yang mengatasnamakan rakyat demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Tetapi justru dengan kekuasaannya ia memeras rakyat dan memakan uang rakyat, sungguh biadab.
 
Pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlairi” kini telah berubah, kini yaitu “guru kencing berlari murid mengencingi guru”. Inilah yang terjadi saat ini, alasan yang mandasarinya adalah karena guru saat ini miskin keteladanan, sehingga siswa tidak lagi meghormati gurunya melainkan menjadi musuhnya disekolah. Belajar dari surat lukman
 
"dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar"dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun".[lukman: 12-14]

Epilog
Peran seorang guru tidak bias dipisahkan dari setiap murid atau siswanya. Gurulah yang berperan besar dalam dunia pendidikan yang ia tempuh dari sekolah TK, SD, SLTP, SLTA dan Kuliah, tanpa peran guru tidak mungkin mereka bisa; seperti dalam pepetah yang mengatakan “belajar tanpa guru bisa menjadi tersesat”
 
Guru yang baik adalah mereka yang memebrikan keteladanan bagi murid dan siswanya, bahkan mereka bisa menjadikan guru sebagai orang tua yang kedua setelah ibu dan bapak. Seorang guru harus bisa menempatkan diri mereka sebagai kakak, teman, guru, dan orang tua.  Empat keperibadian ini jika diterapkan dan ada pada seorang guru pastilah siswa akan menghormati dan disuaki oleh setiap murid-murid dan siswa-siswanya.

Negri ini butuh pahlawan tanpa jasa (guru) yang mampu menanggulangi kesalahan dan dari bobroknya moral negri ini, sehingga dengan sentuhan-sentuhan pendidikan yang ia ajarkan kepada murid/siswanya mampu menjadikan mereka orang-orang yang besar dan akhirnya membawa negri ini keluar dari broken zone.
 
Perbedaan tiap sekolah harus diakui, serta tidak bisa dipaksa toh perubahan itu butuh proses. Jika standarisasi ngotot dilakukan, maka konsekuensinya adalah penyelewengan-penyelewengan dalam dunia pendidikan tidak mungkin bisa terelakkan, pasalnya pihak sekolah tidak mau hanya gara-gara UN, nama baik sekolah mereka tercoreng.

Tajul Aripin
Guru SMPN 1 Cikande-Serang

0 komentar: